Setelahsampai pada pertemuan 2 lautan 37, nabi Musa as merasa lapar dan menyuruh muridnya 38 untuk membawa bekal tersebut, tetapi lauk ikan yang dibawa dapat keluar dengan cara khariqul adat yaitu terbentuk terowongan bekas jalan yang telah dilalui ikan itu. Nabi Musa as mengambil kesimpulan bahwa itulah jalan yang beliau tuju.
Kisah ini bermula saat Nabi Musa alaihis salam ditanya oleh kaum Bani Israil tentang manusia yang paling alim di muka bumi. Dijawab oleh Nabi Musa, “Tidak ada lagi yang paling alim di muka bumi selain aku.” Akibat jawaban itu, Nabi Musa ditegur Allah. Tak hanya itu, Allah juga menurunkan wahyu kepadanya, “Sesungguhnya, aku memiliki seorang hamba di pertemuan dua samudera yang lebih alim darimu.” Nabi Musa menjadi penasaran, “Wahai Tuhanku, bagaimana aku bisa bertemu dengannya?” Allah menjelaskan, “Bawalah olehmu seekor ikan. Lalu simpan dalam keranjang. Di mana ikan itu menghilang, di sanalah hamba itu berada.” Hamba dimaksud tak lain adalah Nabi Khidir alaihis salam Singkatnya kisah, Nabi Musa mengambil seekor ikan lalu memasukkannya ke dalam keranjang. Setelah itu, dirinya berangkat ditemani seorang pemuda muridnya yang bernama Yusya ibn Nun. Tibalah keduanya di sebuah batu besar. Tetapi bermaksud untuk merebahkan kepala sejenak, keduanya justru tertidur. Sementara ikan yang ada dalam keranjang mulai meronta, hingga akhirnya keluar dan terjatuh ke lautan. Kejadian ini pun diabadikan dalam Al-Quran dalam Surat Al-Kahfi, “Lalu ikan itu melompat dan mengambil jalannya ke laut.” Ketika Nabi Musa terbangun, kawannya lupa mengabarkan kepadanya tentang keberadaan ikan. Keduanya justru melanjutkan perjalanannya selama sehari semalam. Keesokan harinya, Musa baru berkata kepada muridnya, “Bawalah kemari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” Semula memang Nabi Musa seperti yang tidak mendapati rasa letih, hingga tibalah di tempat yang diperintahkan Allah dan bertanya demikian. Muridnya lantas menjawab, “Tahukah engkau tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, sesungguhnya aku lupa bercerita tentang ikan itu dan tidak ada yang melupakanku kecuali setan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang sangat aneh.” Benar sekali, ikan itu mengambil jalannya di laut, sehingga Musa dan muridnya pun terheran-heran. Musa kembali berkata, “Itulah tempat yang kita cari.” Akhirnya, keduanya pun kembali. Mengikuti jejak mereka semula. Keduanya menyusuri jejak mereka semula, hingga sampai lagi di baru besar. Tiba-tiba ada seorang pria yang berselimutkan sebuah kain. Musa pun mengucap salam dan dijawab oleh pria berselimut yang belakangan dikenali sebagai Khidir itu, “Bagaimana salam di tempatmu?” Musa lalu memperkenalkan diri, “Aku adalah Musa.” Ditanya oleh Khidir, “Apakah Musa kaum Bani Israil?” Musa menjawab, “Benar. Aku menemuimu agar engkau mengajariku sebuah ilmu.” Kemudian, Musa meminta izin untuk mendampingi dan mengikuti Khidir. Namun, keinginannnya itu diragukan oleh hamba saleh itu, “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku, wahai Musa, sebab aku memiliki sebuah ilmu Allah yang telah diajarkan kepadaku, namun tidak engkau ketahui. Begitu juga engkau memiliki ilmu Allah yang telah diajarkan-Nya kepadamu, tetapi tidak aku ketahui.” Musa pun berusaha meyakinkan Khidir, “Insya Allah engkau akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.” Secara tidak langsung, Khidir menjanjikan kepada Musa bahwa kemampuannya untuk bersabar ditentukan oleh perkenan dan kehendak Allah. Tak lupa, sang hamba memberi persyaratan kepada Musa agar tidak bertanya apa-apa kepadanya sampai dirinya menjelaskan semua alasan di balik apa yang dilakukannya. “Jika engkau mengikutiku, janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu.” Berjalanlah Nabi Musa dan Nabi Khidir menyusuri pinggiran pantai. Saat ingin menyeberangi pantai yang lain, keduanya mendapati kapal kecil yang tengah mengangkut para penumpang. Untungnya, para awak kapal telah mengenali Khidir. Singkatnya, mereka pun membawa Khidir dan Musa menuju pantai yang dituju tanpa diminta imbalan apa pun. Di saat demikian, keduanya melihat seekor burung yang hinggap di pinggir kapal. Lalu sang burung meminum sedikit air laut dengan paruhnya. Khidir berbisik kepada Musa, “Demi Allah, tidaklah ilmuku dan ilmumu di sisi Allah kecuali seperti air laut yang diambil burung itu dengan paruhnya.” Saat keduanya berada di dalam kapal, Nabi Musa merasa heran luar biasa karena melihat Khidir melubangi kapal tersebut dengan melepas salah satu papannya. Musa pun lupa dan ingkar akan janjinya. Dalam pikirnya, setiap kerusakan di muka bumi adalah kejahatan. Dan kejahatan lebih berat lagi karena dilakukan kepada orang-orang yang telah berbuat baik kepada dirinya. Nabi Musa lantas menanyakannya, “Mengapa engkau melubangi perahu itu yang akibatnya akan menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya engkau telah berbuat satu kesalahan besar.” Di sana Khidir mengingatkan Nabi Musa akan janjinya, “Bukankah aku telah berkata, Sesungguhnya engkau sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku.’" Pertanyaan Nabi Musa yang pertama dilakukannya karena lupa, sebagaimana yang disampaikan dalam Rasulullah saw. Keduanya pun melanjutkan perjalanan. Namun, Nabi Musa kembali melihat keanehan yang dilakukan Khidir saat mengambil seorang anak kecil yang sedang lucu-lucunya dan aktif bermain, kemudian menidurkannya. Anak itu lalu disembelih dan kepalanya dipisahkan dari tubuhnya. Melihat hal itu, lagi-lagi Musa tak mampu bersabar. Ia kembali mengingkari janjinya. Padahal, dirinya tahu akan janji yang telah disampaikannya, “Mengapa engkau membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya engkau telah melakukan suatu yang mungkar.” Khidir pun melontarkan teguran yang sama kepada Musa, “Bukankah aku telah berkata, “Sesungguhnya engkau sekali-kali tidak akan mampu sabar bersamaku." Di sini Musa pun menyadari jika dirinya tidak akan mampu lama-lama menemani Khidir, sang hamba yang saleh itu. Ia tak kuasa melihat setiap kejadian yang dialaminya, sementara dirinya terdiam. Keadaan itu kembali kepada dua hal. Pertama, kembali kepada tabiat Musa. Sebagai sosok yang berjiwa pemimpin, Musa mungkin sudah terbiasa kritis atas setiap apa yang telah dilihatnya. Di saat yang sama, ia tidak terbiasa berdiam diri ketika melihat perkara yang tidak disukainya. Kedua, syariat Musa tidak membenarkan pembunuhan terhadap seorang anak, kemudian membiarkan pembunuhnya, bagaimana pun keadaan pelakunya. Artinya, dalam hal ini, Nabi Musa mengakui kesalahan yang dilakukannya terhadap Khidir. Karenanya, ia kembali meminta kesempatan yang ketiga dan berjanji, jika kembali bertanya sesuatu, dirinya berhak untuk berpisah dan ditinggalkan Khidir. Mereka pun melanjutkan perjalanan sampai di suatu kampung yang penduduknya kikir. Mereka berdua mencari orang-orang yang berkenan menjamu. Namun, tidak mendapatinya seorang pun. Meski demikian, Khidir tetap memperbaiki sebuah dinding rumah di kampung tersebut yang nyaris roboh. Lagi-lagi merupakan perkara aneh. Mereka diketahui sebagai kaum yang kikir, namun Khidir mau memperbaiki dinding rumah mereka tanpa mendapat imbalan apa pun. Di sinilah Musa sudah memilih untuk berpisah dengan Khidir. Hal itu ditunjukkan dalam pertanyaannya tentang alasaan mengapa Khidir mau memperbaiki rumah para penduduk kampung itu tanpa imbalan sedikit pun. Padahal, dari mereka tidak ada yang mau menyambut dan menjamu. Seandainya, Musa bersabar dalam mendampingi Khidir, tentu Nabi Musa akan mendapatkan banyak keajaiban dan rahasia yang dialaminya. Sayangnya, Nabi Musa memilih berpisah setelah Nabi Khidir menjelaskan rahasia di balik semua yang dilakukannya. “Adapun perahu itu adalah milik orang-orang miskin yang bekerja di laut. Maka, aku bermaksud membuatnya cacat karena di hadapan mereka ada seorang raja zalim yang merampas setiap perahu yang terlihat masih bagus,” jelas Nabi Khidir pada Musa. “Adapun anak yang aku bunuh itu, kedua orang tuanya mukmin dan kami khawatir kalau dia akan memaksa kedua orang tuanya untuk durhaka dan berbuat kufur.” “Maka, kami menghendaki bahwa Tuhan mereka menggantinya dengan seorang anak lain yang lebih baik kesuciannya daripada anak itu dan lebih sayang kepada ibu bapaknya.” “Adapun dinding rumah itu adalah milik dua anak yatim di kota tersebut dan di bawahnya tersimpan harta milik mereka berdua, sedangkan ayah mereka orang saleh. Maka, Tuhanmu menghendaki agar keduanya mencapai usia dewasa dan mengeluarkan simpanannya itu sebagai rahmat dari Tuhanmu. Aku tidak melakukannya berdasarkan kemauanku sendiri. Itulah makna sesuatu yang engkau tidak mampu bersabar terhadapnya,” pungkas Khidir. Pertemuan Nabi Musa dan Nabi Khidir ini pun diabadikan Al-Qur'an dalam Surat al-Kahfi mulai ayat 61 sampai ayat 82. Kisahnya diriwayatkan pula oleh Al-Bukhari dalam “Kitab al-Ilm” dari Ibnu Abbas, dari Ubay ibn Kab, tepatnya dalam “Bab Mā Dzukira Dzahāb Mûsā fi al-Bahr ilā al-Khidir,” juz I, halaman 168, nomor hadits 74. Diriwayatkannya pula dalam “Bāb al-Khurūj fî Thalab al-Ilm”, juz I, halaman 174, nomor hadits 78, dan dalam “Bāb Mā Yustahabb li al-Ālim Idzā Su’ila Ayyu al-Nās A’lam? Fayakilu al-Ilm ilāllāh,” juz I, halaman 217, nomor hadits 122. Hikmah Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir Dari kisah di atas ada sejumlah pelajaran yang dapat dipetik 1. Kita sangat dianjurkan untuk berdiskusi atau berdialog dalam urusan ilmu. 2. Seorang alim diwajibkan menyebarkan ilmu yang dimilikinya kepada orang lain. 3. Perjalanan menuntut ilmu merupakan perjalanan istimewa. Nabi Musa sendiri menempuh perjalanan yang cukup melelahkan demi menemui seorang yang lebih alim dari dirinya. 4. Kedudukan dan keutamaan dirinya tidak sampai menghalangi Musa untuk menemui dan mengikuti orang yang diharapkannya memberikan ilmu. 5. Kita disyariatkan untuk melayani dan mengabdi kepada ahli ilmu dan pemilik keutamaan. Yusya ibn Nun, misalnya. Ia mengabdi kepada Musa. Begitu pula Anas ibn Mālik juga melayani Rasulullah saw. 6. Seorang hamba diperkenankan bercerita rasa lelah, kesulitan yang dialami, atau keadaan penyakit, dengan catatan tidak membenci atau menyalahkan takdir yang telah ditetapkan untuk dirinya. 7. Khidir tidak mengetahui perkara gaib kecuali yang telah diberitahukan Allah kepadanya. 8. Kisah di atas meyakinkan kepada kita bahwa Allah maha kuasa untuk menghidupkan sesuatu yang sudah mati, seperti menghidupkan ikan yang dibawa Nabi Musa. 9. Melalui hadits itu, kita diajarkan untuk tetap bersikap lemah lembut kepada pengikut atau pelayan kita. Contohnya sikap Nabi Musa terhadap muridnya yang lupa mengabarkan akan hilangnya ikan. 10. Nabi Khidir telah melubangi kapal dan membunuh seorang anak. Namun kemudian dikabarkan bahwa apa yang dilakukannya semata-mata perintah dan kehendak Allah sebagai bentuk kasih sayang-Nya. 11. Seorang yang bermaksud mengerjakan sesuatu di masa yang akan datang, disunnahkan mengucap “insya Allah,” yang artinya jika Allah menghendaki.’ 12. Di antara etika seorang murid atau santri di hadapan gurunya adalah menunjukkan sikap sabar dan menaati setiap perintahnya. 13. Hadits di atas menunjukkan betapa kecilnya ilmu manusia di hadapan Allah. Di dalamnya disebutkan bahwa Khidir berkata kepada Musa, “Tidaklah ilmuku dan ilmumu di sisi Allah kecuali seperti air laut yang diminum oleh burung itu dengan paruhnya.” 14. Hikmah Allah yang ditetapkan bagi para hamba-Nya ternyata tidak terlihat. Baru kemudian, hikmah yang semula dianggap buruk dan ujian oleh seseorang itu menjadi kenikmatan dan kebaikan. 15. Allah mempersiapkan anak yang saleh dengan kesalehan orang tuanya. Dalam kisah di atas, dikatakan bahwa Khidir memperbaiki dinding yang nyaris roboh. Tujuannya untuk melindungi gudang harta yang ditinggalkan kedua orang tua untuk anak-anaknya. 16. Kita juga harus selalu menisbahkan kebaikan kepada Allah. Di saat yang sama, kita juga tidak diperkenankan menisbahkan keburukan pada-Nya. 17. Kita diperbolehkan melakukan sesuatu yang bahayanya lebih ringan demi menghindari bahaya yang lebih berat. 18. Kita tidak dilarang untuk merusak sebagian harta demi menyelamatkan harta yang lebih banyak. 19. Saat bepergian, kita disyariatkan untuk membawa perbekalan. Setelah menempuh perjalanan panjang, Musa meminta muridnya untuk mengambil makanan yang dibekalnya. 20. Seseorang harus berhati-hati mengingkari pendapat para ahli ilmu dan orang-orang saleh. Berusahalah untuk mencari dasar pandangan dan alasan mereka mengapa bertentangan dengan dugaan orang kebanyakan. Lihat Umar Sulaiman, Shahih al-Qashash an-Nabawi, Terbitan Darun-Nafais, tahun 1997, halaman 75. Wallahu a’lam. Ustadz Tatam Wijaya, alumnus Pondok Pesantren Raudhatul Hafizhiyyah Sukaraja-Sukabumi, Pengasuh Majelis Taklim “Syubbanul Muttaqin” Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat.
ad_1] Kisah Gus Baha tentang pertemuan seorang wali ibadah dan wali tidur. Tentang seorang ulama yang bisa jadi wali karena tidur. Ini juga cerita tentang keluasan makna ibadah dan substansi ajaran agama. Selama ini kita selalu membayangkan menjadi wali adalah perkara yang rumit. Karena untuk menuju ke sana, seseorang harus melalui ritual peribadatan []
Pertemuan Nabi Musa 'alaihissalam AS dan Nabi Khidir AS adalah kisah luar biasa yang sarat hikmah. Allah menceritakannya dalam Alqur'an agar manusia mengambil iktibar betapa luasnya ilmu-Nya. Dalam hadits riwayat Al-Bukhari, Ubay bin Ka'ab berkata ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam SAW bersabda "Suatu ketika, Nabi Musa berkhotbah di depan bani Israil, lalu ia ditanya, 'Siapa manusia yang paling berilmu?' Musa menjawab 'Aku'. Allah kemudian menegur Nabi Musa karena tidak menyatakan yang paling tahu adalah Allah. Allah kemudian mewahyukan kepadanya, "Sungguh, Aku memiliki seorang hamba-Ku di pertemuan antara dua lautan, dan lebih berilmu dari kamu." Nabi Musa bertanya, "Ya Rabb, bagaimana caranya agar aku bisa bertemu dengannya? Allah berfirman kepada Musa, "Bawalah seekor ikan yang kamu masukkan ke dalam suatu tempat, di mana ikan itu menghilang maka di situlah hamba-Ku itu berada!"Kemudian Nabi Musa pergi bersama seorang pelayan ada yang mengatakan muridnya bernama Yusya' bin Nun. Keduanya membawa ikan itu hingga keduanya tiba di sebuah batu besar. Mereka membaringkan tubuhnya sejenak lalu tertidur. Tiba-tiba ikan itu menghilang dari tempat tersebut. Ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut. Musa dan pelayannya merasa Nabi Musa dan Nabi Khidir ini diabadikan dalam Surah Al-Kahfi. Berikut kisah selengkapnya Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada muridnya, 'Aku tidak akan berhenti berjalan sebelum sampai ke pertemuan dua lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun.'Ketika mereka sampai ke pertemuan dua laut, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. Tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya, 'Bawalah kemari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.'Muridnya menjawab, 'Tahukah kamu, ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa menceritakan tentang ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali setan; dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.”Musa berkata, "Itulah tempat yang kita cari." Lalu, keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi berkata kepada Khidir, "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajariku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?"Dia menjawab, "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?"Musa berkata, "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam satu urusan pun."Dia berkata, "Jika kamu mengikutiku, janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu."Berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidir melubanginya. Musa berkata, "Mengapa kamu melubangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar."Dia Khidir berkata, "Bukankah aku telah berkata, 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku?'Musa berkata, "Janganlah kamu menghukumku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebaniku dengan suatu kesulitan dalam urusanku."Berjalanlah keduanya, hingga keduanya bertemu dengan seorang anak, maka Khidir membunuhnya. Musa kemudia berkata, "Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar."Khidir berkata, "Bukankah sudah kukatakan kepadamu bahwa sungguh kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?"Musa berkata, Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah kali ini, janganlah kamu membolehkan aku menyertaimu. Sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku."Keduanya pun berjalan, hingga keduanya sampai di penduduk suatu negeri. Mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka. Kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidir menegakkan dinding berkata, "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu."Khidir berkata, "Inilah perpisahan antara aku dan kamu. Aku akan memberitahukan kepadamu maksud perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.""Adapun bahtera perahu itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku merusak bahtera itu karena di hadapan mereka ada seorang raja dzalim yang merampas setiap bahtera.""Adapun anak itu, kedua orang tuanya adalah orang mukmin. Kami khawatir bahwa dia akan memaksa kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Kami menghendaki supaya Rabb mereka mengganti anak lain bagi mereka, yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih mendalam kasih sayangnya kepada ibu bapaknya.""Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedangkan ayahnya adalah seorang yang saleh. Rabbmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Rabbmu; dan tidaklah aku melakukannya menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah maksud perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya'." Surah Al-Kahfi ayat 60-82Ada banyak hikmah yang bisa dipetik dari pertemuan dua sosok manusia pilihan Allah itu. Di antaranya pelajaran berharga tentang adab, kesabaran, hakikat ilmu serta hikmah agar tidak menyombongkan diri. Kisah Nabi Musa dan Khidir ini telah mengantarkan kita kepada pemahaman bahwa ilmu-Nya benar-benar Mahaluas. Di dalam Kitab 'Al-Asror Rabbaniyyah wal Fuyudhatur Rahmaniyyah' karya Syeikh Ahmad Shawi Al-Maliki diterangkan bahwa Nabi Khidir dan Nabi Ilyas adalah nabi yan hidup kekal sampai hari kiamat. Nabi Khidir berkeliling di sekitar lautan sambil memberi petunjuk kepada orang-orang yang tersesat di lautan. Sedangkan, Nabi Ilyas berkeliling di sekitar gunung-gunung untuk memberi petunjuk kepada orang-orang yang tersesat di gunung. Allahu A'lam. rhs
Akhirnya ikan itu membawa Gus Miek menghadap gurunya yaitu Nabi Khidir. Pertemuan itu menurut Gus Miek hanya berlangsung selama lima menit. Tetapi, kenyataannya Gus Miek naik ke daratan dan kembali ke pondok sudah pukul empat sore. beberapa bulan kemudian, setelah mengetahui bahwa Gus Miek tidak apa-apa, akhirnya kembali ke pondok.
KisahGus Dur bertemu dengan Nabi Khidir As dengan Kyai As'ad Syamsul Arifin.#gusdur #NabiKhidir #nabimuhammad #gusmuwafiq #gusmiftah #gusbaha #gusbaha #gus
Tangisjama'ah Majlis Rasulullah dan para pecinta Habib Mundzir menjadi 2 min read Maret 18, 2021. Kisah, Tokoh. Kisah Seorang Pastur Bertemu Nabi Khidir dan Diislamkan Abah Guru Sekumpul. Dari seseorang mantan pastur, sebut saja Hendra (40) saya (Hendra) sejak kecil dididik dalam ajaran Kristen yang ketat. Dari mulai kisah-kisah KyaiHasyim Menggendong Nabi Khidir Kisah ini terjadi ketika Hasyim muda masih menjadi santri Mbah Kholil. Kala itu hujan turun dengan begitu deras di Kabupaten Bangkalan, khususnya di Demangan, pondok pesantren asuhan Syaikhona Kholil al-Bangkalan. Baca Juga: Karena Rindu Rasulullah, Batang Kurma Ini Hampir Menangis Sampai Kiamat LADUNIID, Jakarta - Setelah menunjukkan kemampuannya kepada kedua orang tuanya, beberapa bulan kemudian Gus Miek melanjudkan studinya di Lirboyo. Di tengah-tengah penddidikannya di Lirboyo, Gus Miek justru pergi ke Watucongol Magelang, beliau belajar di pondok pesantren yang diasuh KH. Dalhar yang terkenal sebagai seorang wali di Jawa Tengah. KH. GusDur Mìrìp Nabi Khidir ìnì Kìsàhnyà#NabiKhidir#SunanGusDurtonton juga:Kisah Gus Dur Miliki Ilmu Ladunni Bertemu Nabi Khidir As zZyNc.